RSS

You can replace this text by going to "Layout" and then "Page Elements" section. Edit " About "

Sawit Indonesia, Lirikan Dunia

PROPINSI Sumatera Utara (Sumut) menjadi primadona bagi para pengusaha untuk melakukan ekspansi secara besar-besaran wilayah perkebunan kelapa sawit. Dan jelas, dibandingkan dengan propinsi lain, produksi CPO (Crude Palm Oil) di Sumut memiliki jumlah produksi besar. Bisa dilihat dari banyaknya perusahaan perkebunan lokal dan asing yang berdiri di Sumut. Sebut saja Bakrie Plantations, Socfindo, Lonsum, SIPEF, dll.
Berbicara perkembangan kelapa sawit di Indonesia, tidak lepas dari sejarah kolonialisme dan praktik kapitalisme. Semangat para kolonial untuk menjajah Indonesia dengan pendekatan membuka perkebunan. Alur perkebunan sendiri berangkat dari adanya sistem pertanian yang berlabuh pada adanya pertanian komersil (perkebunan).

Pengembangan Sawit
Di Indonesia, perkebunan kelapa sawit pertama kali dikembangkan secara komersial sejak tahun 1911 di Pantai Timur Sumatera (Aceh dan Sumatera Utara). Perkembangan perkebunan sendiri memiliki catatan buram. Dimana sejak masuknya kolonialisme sampai saat ini, ternyata pangsa pasar produksi CPO Indonesia adalah dunia internasional. Diperkirakan sekitar 80% orientasi CPO Indonesia adalah eksport.

Pengembangan (eksploitasi) kelapa sawit kini menjadi kegelisahan bersama, mengingat tidak lagi memperhatikan kaedah lingkungan hidup, di tengah maraknya perhatian publik pada ”global warning”. Ada berbagai argumentasi yang menjadi alasan yang mendasari begitu maraknya pengembangan kelapa sawit di Indonesia.

Pertama Indonesia merupakan kawasan yang cocok untuk kelapa sawit. Kedua, adanya peningkatan pemanfaatan lahan. Ketiga ketersediaan lapangan kerja. Keempat, meningkatnya penerimaan negara dan masyarakat serta Kelima, meningkatnya permintaan dunia global
Inilah yang menjadi alasan ekspansi lahan kelapa sawit sehingga berakibat pada adanya alih fungsi hutan. Kesalahan yang dilakukan oleh perusahaan raksasa terjamin tidak diusik mengingat banyak nya kebijakan pemerintah yang melindungi perusahaan dan juga telah “bersetubuhnya” berbagai elemen, (TNI/Polri), legislatif, eksekutif dengan pengusaha. Hal ini tercermin banyaknya kebijakan, undang-undang perkebunan, peraturan dan Hak Guna Usaha (HGU) diberikan ke perusahaan yang sepenuhnya untuk melindungi kepentingan perusahaan kelapa sawit.

Tidak terhenti pada kebijakan, pemerintah juga memberikan berbagai fasilitas lain, seperti lahan yang diberikan dalam jumlah besar, dan infrastruktur (jalan dan pelabuhan). Penguasaan yang dilakukan perusahaan kelapa sawit tidak hanya pada sektor hulu, sektor hilir, (produksi CPO, PKO, PKM) juga kini menjadi bahan lirikan dan lebih para “buruh kebun” juga ikut dikuasai sepenuhnya.

Pengembangan kelapa sawit di Indonesia banyak menuai kontroversi dan konflik di tengah masyarakat. Dan memang, masyarakat menjadi korban, baik korban dampak lingkungan, upah rendah, penyerobotan lahan (tanah adat) dan berbagai persoalan hak buruh, marginalisasi peran perempuan, pengabaian hak buruh dan buruh anak dan banyaknya tindakan kriminalisasi.

Untuk Kebutuhan Global
Indonesia punya keinginan menjadi penghasil minyak kelapa sawit terbesar di dunia dengan adanya pinjaman jangka panjang, izin alih fungsi hutan sampai pada banyaknya bentuk kerjasama dengan asing untuk produksi kelapa sawit.

Di tengah maraknya permasalahan Indonesia dengan Malaysia, ternyata perusahaan malaysia di Indonesia mencapai 1.353.700 ha atau 34% dari total perkebunan kelapa sawit Indonesia. Itulah betapa pentingnya Indonesia untuk kebutuhan minyak dunia dan Malaysia.

Dalam industri hilir, banyak perusahaan asing yang menggunakan produksi kelapa sawit Indonesia. Sebut saja seperti yang digunakan perusahaan Cadbury (UK), Danone (French), Kraft (US), Unilever (Nederhland/UK), dan masih banyak lagi, meskipun akhir-akhir ini produk mereka menjadi masalah, karena produksi kelapa sawit nya tidak sesuai dengan RSPO.

Kesimpulan
Dengan adanya kebutuhan global akan permintaan minyak, maka di Indonesia kini telah ada “penyakit”. Penyakit ingin mendirikan perkebunan kelapa sawit seluas-luasnya di lahan, baik itu lahan gambut maupun hutan.

Adanya gejala di atas, maka penguasaan sumber daya alam Indonesia berada di tangan perusahaan asing (indistrialisasi) dan juga di sektor perkebunan, kelapa sawit menjadi komoditas tunggal. Indonesia juga dengan bangga menjadi penyedia buruh murah, lahan gratis dan menjadi konsumen dari produk tanah sendiri.

Akhirnya kesemua catatan ini berlabuh pada banyaknya konflik dan banyaknya korban peristiwa yang tidak lagi memilik perjuangan hak, karena hanya menjadi komoditas saja.*

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar