RSS

You can replace this text by going to "Layout" and then "Page Elements" section. Edit " About "

protensi danprospek bisnis kelapa sawit dunia

Target Ambisius Sawit Nasional
Sawit, komoditas utama sektor perkebunan ini memang selalu hangat untuk diperbincangkan. Minyak mentahnya (CPO)
yang banyak dicari oleh pasar dunia membuatnya semakin digemari. Agrofuels atau lebih dikenal dengan nama biofuel
adalah bahan bakar nabati yang digadang-gadang akan menjadi bahan bakar pengganti minyak bumi.
Saat ini minyak fosil yang diambil dari perut bumi di tuduh sebagai penyebab utama perubahan iklim Global (Climate
Change) lewat karbon yang dihasilkanya.
Olehnya beberapa pihak melihat biofuel sebagai sebuah peluang ekonomi bagi negara-negara berkembang. Indonesia
termasuk negara yang paling getol menjadikan sawit sebagai produk andalan sektor perkebunan. Tak tanggungtanggung
Indonesia menargetkan sebagai produsen CPO sawit terbesar di dunia.
Nampaknya target ini bukan hanya gertak sambel, kebijakan nasional dan regional dihasilkan untuk mempertegas
keinginan tersebut. Hal ini menjadi semakin serius ketika Uni Eropa menetapkan bahwa ditahun 2010 bahan bakar
transportasi harus mengandung 10% biofuels.
Pemerintah Indonesia pun mengeluarkan kebijakan energi terbarukan (Bahan Bakar Nabati) yaitu Intruksi Presiden No.1
tahun 2006, yang kemudian disusul dengan Keputusan Presiden No. 10 tahun 2006 tentang Pembentukan Tim Nasional
Pembangunan Biofuel.
Pada medio tahun 2006, melalui Peraturan Mentri Pertanian (Permentan) No. 33 tentang Revitalisasi Perkebunan,
dilakukan upaya percepatan pengembangan perkebunan rakyat melalui perluasan, peremajaan dan rehabilitasi tanaman
perkebunan.
Program ini didukung kredit investasi perbankan dan subsidi bunga oleh Pemerintah yang melibatkan perusahaan
dibidang usaha perkebunan sebagai mitra dalam pembangunan kebun, pengolahan dan pemasaran hasil. Komoditas
yang dikembangkan adalah kelapa sawit, karet dan kakao.
Beberapa kebijakan ini kembali dipertegas lagi dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 30 tahun 2007. Dan sejak
dikeluarkannya Undang-Undang tentang Diversifikasi dan Konversi Energi ini, program Biofuel menjadi sesuatu yang
harus segera direalisasikan.
Pada awal 2009, satu lagi regulasi yang memperkuat realisasi program biofuels dan perluasan lahan sawit yakni
Peraturan Menteri Pertanian No. 14 Permentan/PL.110/2/2009 tentang pedoman pemanfaatan lahan gambut untuk
budidaya kelapa sawit.
Tentunya kebijakan-kebijakan ini membawa angin segar bagi perkembangan sektor perkebunan di Indonesai. Meski tak
lepas dari kontroversi dan penolakan terhadap perluasan lahan sawit, dari berbagai aktifis pro lingkungan, namun
pemerintah tak bergeming.
Bahkan pada September 2008 pemerintah mewajibkan industri untuk memenuhi 2,5% kebutuhan energinya dari Bahan
Bakar Nabati. Satu lagi alasan kenapa sawit menjadi primadona di sektor ini.
Insentif dan Dukungan Riset
Atas berbagai pertimbangan, pemerintah memang menempatkan sawit pada posisi yang istimewa dibanding kakao dan
karet. Betapa tidak, guna menjamin kepastian dan keberlanjutan usaha maka program pengembangan sawit
dilaksanakan melalui kemitraan dengan perusahaan perkebunan baik swasta maupun BUMN.
Sedangkan untuk komoditas karet dan kakao dapat dikembangkan tanpa mitra usaha atau dapat melalui individu atau
kelompok tani itu sendiri.
Untuk mendukung program revitalisasi perkebunan beberapa Bank Pelaksana telah menyepakati penyediaan dana
sebesar Rp 13,1 triliyun untuk Tahun 2008 dan Rp 22,4 triliyun untuk Tahun 2009.
Bank-bank tersebut diantaranya BRI, Bank Mandiri, BUKOPIN, PT. BPD Sumatera Barat, PT. BPD Sumatera Utara, BNI,
PT. BPD Sumatera Selatan, BPD Papua, Bank Agro, Bank Niaga, BPD NAD, BPD Riau dan BII.
Menurut Mentri Pertanian Anton Apriyanto, saat ini Indonesia merupakan produsen terbesar kelapa sawit, disusul
Malaysia. Untuk menghadapi persaingan industri kelapa sawit yang makin gencar sekarang ini, dalam waktu dekat
pemerintah akan membangun Lembaga Riset dan Pengembangan Kelapa Sawit berskala besar.
“Lembaga ini nantinya akan berstatus BUMN,” ungkap Anton seusai memimpin rapat Dewan Pengarah
Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI) Rabu, 05 Juni silam. Melalui lembaga riset ini pemerintah akan berupaya
mengembangkan segala bentuk teknologi kelapa sawit mulai dari perbenihan hingga ke industri turunan minyak sawit
(down stream industry).
Sedangkan mengenai pengaturan soal substansi riset dan pengembangan menurut Menteri Pertanian akan digodok
dalam sebuah Konsorsium Sawit. Konsorsium ini terdiri dari berbagai unsur, seperti pemerintah, BUMN maupun swasta
yang bergerak di bidang perkebunan sawit.
Dana sebesar Rp 3 miliar per tahun pun telah disediakan untuk mendukung konsorsium sawit tersebut. Indonesia kini
memiliki 7,32 juta ha kebun kelapa sawit dengan produksi 19,44 juta ton minyak sawit mentah (CPO). Pemerintah kini
berkonsentrasi meningkatkan produktivitas tanaman untuk meraih produksi 40 juta ton CPO di tahun 2020.
Anton memandang Kerja sama penelitian dan pengembangan kelapa sawit sangat penting untuk jangka panjang.
Selanjutnya pemerintah bisa menikmati efek domino (multiplier effects) dari peningkatan kesejahteraan petani yang
menghasilkan CPO lebih banyak.
ESILO Media Aspirasi Rakyat
http://www.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar