RSS

You can replace this text by going to "Layout" and then "Page Elements" section. Edit " About "

Investasi Kebun Sawit di Papua Terus Meningkat

Hutan Papua jadi sasaran utama pembukaan perkebunan kelapa sawit Indonesia. Pembukaan perkebunan kelapa sawit diharapkan membuka lapangan pekerjaan baru bagi 80 persen kepala keluarga miskin di Papua.

PADA 1996, pemerintah mencanangkan rencana untuk menjadikan negara Indonesia sebagai penghasil dan eksportir minyak kelapa sawit terbesar di dunia. Wujud dari rencana itu terlihat dari melonjaknya luas perkebunan kelapa sawit menjadi dua kali lipat, yaitu dari 2,3 juta hektar pada 1996 menjadi 5,5 juta hektar pada 2000, dan menjadi 7,4 juta hektar pada 2010.

Ketersediaan lahan untuk perkebunan terbatas dan dengan alasan pembukaan isolasi daerah, maka ekspansi pembukaan lahan perkebunan kelapa sawit yang semula hanya dipusatkan di Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi, kini Papua menjadi sasaran untuk investasi pembukaan perkebunan kelapa sawit di Indonesia.

Dari semua target yang direncanakan, separuh dari luasan perkebunan kelapa sawit ini dialokasikan untuk perusahaan perkebunan swasta asing. Menurut laporan Studi Regional Physical Planning Project for Transmigration yang dikeluarkan pada 1985 bahwa kebijakan perluasan perkebunan kelapa sawit tersebut telah mendorong departemen teknis terkait untuk mengalokasikan lahan kebun sawit bagi pihak swasta untuk mengusahakannya.

Laporan tersebut menyajikan sistem lahan beserta interpretasi kesesuaiannya untuk berbagai tipe penggunaan lahan, termasuk kelapa sawit. Pada kenyataannya, wilayah yang diusulkan pemerintah untuk pengembangan kelapa sawit berdasar sistem lahan tersebut menjadi sangat luas, dan jauh melebihi target yang ditentukan.

Pada 1997, dari sekira 8,4 juta hektar kawasan hutan yang diusulkan untuk dikonversi, 6,8 juta hektar diantaranya sudah dilepaskan. Hingga 2000, terdapat 77 perusahaan yang berminat menanamkan investasi di Papua. Menurut Dinas Kehutanan Provinsi Papua pada 2005 lalu, bahwa lahan-lahan yang dicadangkan untuk perkebunan di wilayah Provinsi Papua mencapai lebih dari 2.2 juta hektar. Yaitu lahan yang diusulkan investor. Lahan tersebut berada seluruhnya dalam wilayah kawasan hutan, baik kawasan hutan produksi tetap maupun kawasan hutan produksi konversi.

Agus Andrianto yang menjadi salah satu pemateri dalam lokakarya Investasi Sektor Kehutanan dan Perkebunan di Tanah Papua dalam Implementasi Pembangunan Rendah Karbon di Jayapura, 11-12 Oktober 2011 lalu mengatakan pencadangan areal di Kabupaten Merauke pada 2000 – sebelum adanya pemekaran Kabupaten: Boven Digoel, Mappi dan Asmat, mencapai 460.000 hektar yang dialokasikan untuk 12 perusahaan.

Namun, dari 12 perusahaan tersebut, hanya PT. Tunas Sawa Erma yang merealisasikan pembangunan perkebunan, sedangkan perusahaan lainnya belum merealisasikan kegiatan di lapangan sampai saat ini, meskipun sudah mendapat izin pelepasan kawasan hutan dari Departemen Kehutanan Republik Indonesia.

Minat investasi di bidang perkebunan di wilayah Papua yang diperkirakan akan meningkat di masa mendatang. Namun, fenomena tersebut ternyata belum diimbangi dengan tersedianya informasi yang memadai tentang bagaimana lahan diperoleh dan bagaimana dampak perkebunan kelapa sawit terhadap hutan dan aspek sosial, ekonomi dan lingkungan.

“Informasi yang akurat diperlukan, bukan saja sebagai bahan diskusi di tengah gencarnya sorotan dan tuntutan dunia internasional terhadap pengelolaan perkebunan kelapa sawit yang berkelanjutan, khususnya di wilayah terpencil seperti Papua, tetapi juga menjadi bahan masukan bagi para pengambil keputusan dalam menetapkan kebijakan terkait”, ujar Agus.

Sementara di tingkat regional, sudah banyak analisis mengenai dampak pengembangan perkebunan kelapa sawit. Misalnya terkait dengan migrasi tenaga kerja dan pengelolaan perkebunan, adalah penting untuk mengkaji studi kasus di tingkat lokal di Papua agar lebih ada pemahaman tentang secara khusus menganalisis bagaimana: 1) proses perolehan lahan telah dilakukan. 2) perubahan tutupan hutan. 3) dampak-dampak sosial, ekonomi dan lingkungan yang timbul.

Agus Andrianto dan sembilan teman lainnya melakukan penelitian mengenai dampak pembukaan perkebunan kelapa sawit bagi kehidupan masyarakat lokal bekerja sama dengan Dinas Kehutanan dan Dinas Pertanian Kabupaten Boven Digoel dengan Center for International Forestry Research (CIFOR), yang didanai oleh Catholic Organisation for Relief and Development Aid (CORDAID) dan European Commission bahwa kehadiran perusahaan perkebunan kelapa sawit di Boven Digoel menyerap tenaga kerja sebanyak 3.398 orang, terdiri dari 1.447 karyawan perusahaan dan 1.951 tenaga kerja lepas yang direkrut oleh ketua tim (April 2010).

“Ini berarti bahwa rasio penyerapan tenaga kerja di perkebunan sawit di Boven Digoel sebesar 0,2 pekerja perhektar. Karyawan perusahaan menempati posisi staf administrasi kantor, pengamanan, operator alat, mekanik, checker dan mandor. Pekerja berstatus karyawan dari Suku Papua berjumlah 248 orang 17 persen dari total karyawan. Pekerja lepas menempati jenis pekerjaan pemeliharaan, perawatan, dan pemanenan”, jelas Agus.

Pekerja lepas asal Suku Papua diperkirakan berjumlah kurang dari 200 orang atau sekira 10 persen dari total pekerja lepas. Untuk membangun perkebunan ini direkrut tenaga kerja dalam jumlah besar yang didatangkan dari berbagai lokasi transmigrasi di Kabupaten Merauke, juga mantan pekerja pada HPH yang sudah tidak lagi beroperasi.

Selain tenaga kerja yang sudah ada di Papua, perusahaan juga merekrut tenaga kerja yang berasal dari Sulawesi, Jawa, Maluku dan Nusa Tenggara. Jumlah total pekerja pendatang pada 2010 diperkirakan mencapai lebih dari 3.200 orang, atau sekira 89 persen dari seluruh pekerja.

Tenaga kerja yang direkrut dari luar Papua, biaya transportasi dari tempat asal hingga ke lokasi perkebunan tidak ditanggung oleh perusahaan. Sedangkan untuk biaya hidup selama mereka belum mendapat gaji boleh berhutang di kantin dan kemudian akan dipotong pada saat gajian atau menerima upah.

Agus Andrianto mengatakan perusahaan juga memberikan tambahan gaji yang besarnya dihitung berdasarkan premi dan lembur. Uang tunjangan hari raya (THR), premi dan lembur yang diterima karyawan besarnya disesuaikan dengan jenis pekerjaan dan masa kerjanya. Total gaji tersebut kemudian dipotong hutang bahan makanan, pajak, jamsostek, dan iuran Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI). Hal yang sama terjadi untuk pekerja lepas. Upah bulanan yg diterima akan dipotong sesuai penggunaan bahan makanan yang diambil di bagian logistik, dan kemudian dipotong pajak.

“Pekerja lepas harus memiliki alat kerja lapangan sendiri. Terbatasnya upah bulanan yang tersisa menjelaskan kenapa hanya sekitar separuh dari responden yang merasakan peningkatan konsumsi dan daya beli, dan hanya seperlima yang mampu menginvestasikan dana pada aktivitas ekonomi lainnya”.

Dampak dari rentang lama bekerja pada perkebunan kelapa sawit adalah terjadi peningkatan yang cukup signifikan pada penghidupan bagi buruh dengan masa kerja dari 1-5 tahun sampai 6-10 tahun, tetapi kemudian penilaian tersebut turun drastis pada masa kerja berikutnya (11-15 tahun). Hal ini karena, setelah bekerja hampir 15 tahun, tenaga mereka sudah mulai berkurang yang berakibat turunnya penghasilan.

“Padahal saat itu mereka sadar bahwa penghasilan yang mereka peroleh belum cukup untuk membeli rumah atau modal untuk usaha lainnya. Hampir sebagian besar pekerja mengatakan bahwa mereka tidak dapat menggantungkan masa depan dengan hanya bekerja sebagai buruh borongan di perkebunan kelapa sawit. Jika mereka tetap bekerja dan bertahan, itu karena mereka belum mempunyai alternatif pekerjaan yang lebih baik”, Agus Andrianto.

Boven Digoel, merupakan kabupaten pemekaran baru dari Kabupaten Merauke, melalui UU RI Nomor 26 Tahun 2002. Saat dimekarkan pada 2002, Kabupaten Boven Digoel memiliki luas wilayah 26. 838 kilometer persegi. Berdasarkan sensus 2010, penduduk Kabupaten Boven Digoel sebanyak 55.822 jiwa. Dari jumlah itu, sebanyak 19.922 jiwa berada di wilayah Distrik Jair, yang menjadi areal perkebunan kelapa sawit. Sejak 2008, Boven Digoel terbagi ke dalam 20 kecamatan dengan 112 kampung.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar