RSS

You can replace this text by going to "Layout" and then "Page Elements" section. Edit " About "

pertanian

Waktu  menunjukan pukul 17.45 ketika Bambang Supriyanto (penulis), National Program Manager Heart of Borneo WWF Indonesia selesai mempresentasikan program perbatasan di Jantung Borneo di forum Asia Forest Partnership, yang digelar di Yokohama pada tanggal 13-15 November 2005.

Di wajah 150 peserta yang hadir dari berbagai negara terlihat lelah dan menampakkan keinginan untuk cepat pulang dan beristirahat.  Maklum,  presentasi itu adalah kedua dari yang terakhir dari presentasi untuk sesi hari itu. Namun mata dan telinga mereka terasa tersengat, ketika Dr. Takashima Toma dari Kementrian Kehutanan, Jepang bertanya tidak hanya kepada penulis tetapi juga kepada Direktur Jenderal Perlindungan dan Pelestarian Alam (PHKA) Departemen Kehutanan. Toma, merasa pesimis dengan program perbatasan yang dikelola dengan prinsip sustainable conservation and development karena tidak konsistennya Pemerintah terhadap  rencana perbatasan. Doktor yang pernah bekerja di CIFOR selama 3 tahun ini merujuk topik berita   di harian Jakarta Post.
Berita itu begitu menggetarkan dan menjanjikan bagi Bangsa Indonesia, karena disamping akan memberikan penyediaan lapangan pekerjaan bagi 500.000 orang  juga akan memberikan kontribusi peningkatan pasokan  Crude Palm Oil (CPO) 2,7 juta ton per tahun, tetapi bagi Toma, ia  merasa   was was  karena di perbatasan terdapat 3 Taman Nasional : Betung Kerihun, Kayan Mentarang dan Danau Sentarum serta Cagar Alam Nyiut yang keberadaannya dilindungi oleh Undang-Undang nomor 5 tahun 1990.

Menurut Menteri Pertanian, Anton, tujuan pembangunan kebun sawit itu adalah untuk tujuan keamanan negara dan peningkatan kesejahteraan masyarakat yang tinggal di perbatasan agar tidak terjadi kesenjangan dengan masyarakat di negara tetangga, Malaysia. Tentu hal itu membuka peluang bagi kalangan investor baik dalam negeri maupun luar negeri, karena untuk membangun kebun sawit itu diperlukan dana Rp. 5,5 trilyun rupiah dalam jangka waktu 5 tahun  mendatang. Karena Kepadatan penduduk Kalimantan relatif rendah yaitu antara 11-27 per km2, maka untuk keperluan itu program transmigrasi akan menjadi pilihan. Untuk tahapan awal pembangunan kebun kelapa sawit di Kalimantan Barat difokuskan di Kabupaten Sambas, Bengkayang, Sintang dan Sanggau sedangkan di Kalimantan Tengah di Kabupaten Kapuas.

Impian membangun kebun sawit itu tentu sangat dipandang sebagai hal yang menjanjikan, karena memang bangsa Indonesia sedang membutuhkan jawaban atas berbagai persoalan antara lain lapangan pekerjaan, pendapatan negara dan sumber alternatif energi.

Bagi penulis, rencana ini di satu sisi membanggakan namun disisi lain cukup mengerikan. Ia tidak menentang rencana pengembangan sawit itu, tapi yang terpenting baginya adalah rencana pembangunan sawit itu perlu memperhatikan aspek lingkungan dan perlu di dahului dengan rencana analisis dampak lingkungan dan kesesuaian lahan.

Bagi Dirjen PHKA, klarifikasi rencana sawit di perbatasan selayaknya tetap menghormati ketentuan perundang-undangan dan isu-isu lainnya. Surat Menteri Kehutanan M.S. Kaban bernomor S.476/Menhut-IV/2005 tanggal 16 Agustus 2005 tentang Perkebunan Kelapa Sawit di Perbatasan yang ditujukan kepada Menteri Pertanian jelas memperkuat pernyataannya. Menteri Kehutanan meminta agar pengembangan perkebunan Sawit dilakukan pencermatan mengingat areal di sepanjang perbatasan terdapat kawasan konservasi dan kawasan budidaya kehutanan (Lampiran 2). Disamping itu, diingatkan sebelum membangun perlu dilihat rencana tata ruang dan kesesuaian lahan. Wacana program Heart of Borneo (HOB) dapat dipakai sebagai alternatif pengembangan perbatasan.

1. Tata Ruang  dan Kesesuaian Lahan

Ibarat membangun rumah, kawasan perbatasan perlu didisain perencanaannya berupa tata ruang. Undang-Undang nomor 24 tahun 1992 tentang Tata Ruang mengamanatkan hal tersebut. Tata ruang itu menetapkan fungsi kawasan berdasarkan tipologi wilayah, ekologi, dan sosio ekonomi masyarakat. Rencana Tata Ruang Perbatasan menetapkan batas luar negara sebagai pagar bangsa, kawasan budidaya untuk produksi dan kawasan konservasi/lindung sebagai sumber hidro orologis, keanekaragaman hayati dan rumah masyarakat adat serta sentra pengembangan ekonomi terpadu dan andalan.

Dirjen Tata Ruang Departemen Pekerjaan Umum, Dr. Hermanto Dardak,dalam pertemuan tanggal 19 Juli 2005 mengatakan bahwa rencana tata ruang akan selalu mengakomodir kepentingan pelestarian dan perlindungan yang terakomodir dalam kawasan konsevasi dan Lindung. Hal senada diungkapkan Direktur Tata Ruang Wilayah III yang membidangi Kalimantan dan Sulawesi pada pertemuan di Palangkaraya tanggal 15 Agustus 2005 dan di Samarinda pada tanggal 11-12 Oktober 2005.

Persoalan utama adalah gagasan perkebunan di perbatasan itu belum dinyatakan dalam draft rencana tata ruang per

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar