RSS

You can replace this text by going to "Layout" and then "Page Elements" section. Edit " About "

GAPKI Riau: Klaster Industri Sawit Perlu Aturan Hukum dan Skema Pengelolaan yang Jelas THURSDAY, 15 JULY 2010 10:11 REDAKSI AGRICULTURE - PERTANIAN

Babak baru industry sawit Riau dimulai dengan hadirnya klaster industri sawit di Dumai. Dunia usaha mewanti-wanti jangan sampai klaster justru malah menimbulkan monopoli usaha. Makanya, perlu dibuat aturan hukum yang tegas dan skema pengelolaan yang jelas .
Bagaimana para pengusaha sawit menyikapi hadirnya klaster. Lalu skema pengelolaan seperti apa yang ideal di mata mereka supaya tidak terjadi monopoli usaha, berikuti petikan wawancara Zuprianto dari riaubisnis.com dengan Dewan Penasehat Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Riau, Hinsatopa Simatupang, Rabu (14/7/2010) di sekretariat GAPKI Riau.

Bagaimana pandangan anda terhadap hadirnya Klaster Industri Hilir Kelapa Sawit di Dumai?

Klaster industri adalah suatu konsep yang sangat ideal, effisien dan efektif dipandang dari segala aspek baik teknis maupun non teknis, baik financial maupun non-financial. Membuat konsepnya, membangun dan mengoperasikan klaster Industri secara nasional di Indonesia adalah langkah strategis, lebih khusus di Propinsi Riau akan lebih baik, karena propinsi Riau merupakan salah satu sentra perkebunan kelapa sawit terbesar di Indonesia saat ini dan juga merupakan salah satu produsen CPO terbesar di Indonesia.

Hadirnya klaster industry hilir sawit juga memberikan dampak positif terhadap perekonomian daerah. Karena memberikan nilai tambah dan multiplier effect yang besar kepada masyarakat sekitar.

Tapi, pengembangan industri pertanian memerlukan modal yang cukup besar. Pengadaan modal tersebut dapat dilakukan oleh pemerintah atau juga diharapkan adanya peran aktif dari sektor swasta dan masyarakat.

Selain itu, sektor pertanian belakangan lebih populer dengan istilah agribisnis. Pembangunan ekonomi pertanian Indonesia tidak bisa lagi bertumpu pada sektor pertanian semata, tetapi pada sistim agribisnis. Sistim agribisnis melibatkan pertanian itu sendiri, agroindustri dan jasa-jasa yang terkait.

Peran sektor pertanian pada pembangunan suatu negara sangatlah besar. Indonesia mempunyai sumber daya yang kaya, luas areal, posisi geografis dan jumlah penduduk yang besar. Potensi sumber daya tersebut dapat diberdayakan untuk menghasilkan produksi pertanian, guna memenuhi pasar domestik maupun dalam negeri. Inila yang membuat klaster industri hilir sawit sangat penting diwujudkan.

Apakah dengan adanya klaster, menguntungkan atau justru malah merugikan pengusaha perkebunan sawit?

Tergantung bagaimana pengelolaannnya. Karena pihak yang berkeinginan mengembangkan klaster industri di Indonesia rasanya semakin banyak. Setidaknya itu kesan yang ada dari berbagai kesempatan dalam waktu belakangan ini.

Tapi sebetulnya pembentukan klaster secara umum adalah sangat menguntungkan dipandang dari segala aspek. Dari segi kepemilikan lahan yaitu petani/pekebun kecil, pekebun menengah dan pekebun besar akan sangat diuntungkan dengan adanya klaster industri di Indonesia dan juga di Riau.

Rantai produksi yang terdiri dari produksi bahan baku (raw material), barang setengah jadi (work in process material) dan barang jadi (finish good produck), dimana selama ini Indonesia masih hanya terkenal hanya sebagai produsen dan pengekspor CPO saja. Saat ini produksi CPO nasional lebih kurang 30 persen adalah untuk kebutuhan dalam negeri dan selebih adalah untuk di eksport sebagai sumber devisa negara.

Dengan adanya industri klaster kelapa sawit di Riau akan terbentuk suatu plaza sawit yaitu konsep one stop shooping untuk produk kelapa sawit dari bahan baku beserta segala turunnanya.

Idealnya pembangunan industri klaster kelapa sawit difasilitasi oleh pemerintah. Dan mengembangkan/memperkuat klaster industri memerlukan penentu kebijakan strategis dan para pelaksana yang yang memiliki integritas dan kompetensi untuk berklaster. Jika ingin mengembangkan/memperkuat klaster industri, ajaklah mitra yang memiliki integritas, kompetensi dan sumberdaya yang jelas.

Minyak adalah sawit merupakan sumber bahan baku industri utama di Indonesia, baik untuk kebutuhan pangan (minyak goreng) maupun untuk kebutuhan ole-chemical. Dimasa depan, minyak sawit semakin penting sebagai sumber energi yaitu bahan bakar nabati (bio-fuel), seiring dengan semakin langkanya bahan bakar dari fosil (BBM).

Bagaimana prediksi pertumbuhan produksi sawit Riau ke depannya dengan adanya klaster industry hilir sawit tersebut?

Pertumbuhan dan perkembangan sangat tergantung pada ketersediaan lahan. Program pengembangan produksi kelapa sawit dapat dilakukan dengan cara perluasan lahan (extensifikasi) dan peningkatan produktifitas (intensifikasi). Ekstensifikasi dapat juga terjadi dengan pola adanya perubahan komoditi, yang tadinya .

Pengembangan dengan intensifikasi dapat dilakukan dengan teknologi bibit dan pengelolaan budidaya. Pegembangan ekstensifikasi sangat ditentukan oleh kebijakan pemerintah menyangkut banyak hal dikaitkan dengan izin lahan. Adanya perubahan Rencana Tata ruang Tata Wilayah (RTRWP) Propinsi Riau, dan juga RTRWP secara Nasional dapat berakibat negatif mencipatakan ketidakpastian hukum khususnya bagi yang melakukan proses pelepasan hutan.

Bukankah langkah ekstensifikasi terbentur dengan kebijakan pemerintah yang justru menahan pertumbuhan areal perkebunan baru?

Betul, tapi langkah ekstensifikasi atau ekspansi lahan yang dilakukan, harus tetap sesuai aturan hukum. Jadi tidak mengganggu fungsi hutan. Kalau begitu kan tidak masalah jadinya.

Lalu apa yang menjadi kendala bagi industri sawit di Riau?

Ketidakpastian hukum dan jaminan keamanan salah satunya. Hal itu sangat berisiko bagi pelaku industri untuk berinvestasi. Lalu banyaknya pungutan-pungutan yang dibebankan oleh pengusaha dengan alasan retribusi sehingga membuat high cost production. Seperti Retribusi TBS, Retribusi Air Tanah , Retribusi Listrik Non PLN, Fasilitas Subsidi (Pupuk, BBM).

Kebijakan perbankan yang bunga kreditnya masih cukup tinggi. Iklim perdaggan internasional yang kini serba tak menentu membuat makin fluktuatifnya harga CPO dunia. Dan yang paling meresahkan adalah black campaigne yang dilakukan beberpa organsiasi non pemerintah dengan memakai isu lingkungan.

Bagaimana konsep kerja sama yang ideal dalam mengelola klaster industri hilir sawit?

Idealnya Fungsi pemerintah sebagai Fasitator, Regulator dan Stimulator. Di berbagai negara dimana fungsi ini berjalan dengan baik maka memberikan stimulus bagi indtrinya. Nah pemeritah wajib membuat aturan hukum yang tegas dan skema pengelolaan yang transparan dan tidak berpihak.

Hal ini penting untuk menghindari monopoli usaha oleh sebagian kecil pemain sawit. Lalu hapus sistem birokrasi yang berbelit dan pungutan liar yang bikin high cost production. Jika ini diterapkan saya yakin klaster di Dumai bisa sukses. (*)

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Pemerintah Siapkan Kebun Koleksi Genetika Kelapa Sawit

Pemerintah akan menyiapkan kebun koleksi nasional sumber daya genetika (KKN-SDG) kelapa sawit di Kabupaten Sijunjung Provinsi Sumatera Barat.
Dirjen Perkebunan Kementerian Pertanian, Achmad Mangga Barani, di Jakarta, Selasa, mengatakan, KKN-SDG nantinya akan dikelola oleh pemerintah dengan tujuan untuk mendukung pengembangan industri kelapa sawit di Indonesia.
"Sebagai negara produsen kelapa sawit terbesar di dunia, Indonesia harus memiliki sumber daya genetika kelapa sawit seperti yang dilakukan pemerintah Malaysia. Mereka sudah sejak lama memiliki sumber genetika sawit," katanya.
Sebenarnya, tambahnya, di Indonesia sudah ada tetapi masih berada di berbagai perusahaan perkebunan, misalnya di perusahaan Sucofindo, Astra, dan Asian Agri.
Karena milik perusahaan, maka tidak dapat diakses untuk umum, tapi hanya untuk kepentingan perusahaan saja.
Menurut dia, dengan dibangunnya kebun koleksi nasional milik pemerintah, maka semua masyarakat dapat mengaksesnya untuk mendapatkan klon baru yang mempunyai potensi.
Achmad Mangga Barani mengatakan, pembangunan kebun koleksi sumber daya genetika ini sangat penting bagi Indonesia di masa depan.
"Kami akan mengkoleksi semua yang sekarang ada di berbagai perusahaan perkebunan," katanya.
Dikatakannya, pembangunan kebun koleksi itu sangat penting dan merupakan amanat Undang-undang No.12 tahun 1992 tentang Budidaya Tanaman, serta Peraturan Pemerintah (PP) No.44 tahun 1995 tentang Perbenihan.
Pemerintah, katanya, berkewajiban memelihara eksistensi dan kelestarian plasma nutfah, oleh karena itu, untuk membangun kebun koleksi nasional tersebut masyarakat dan pemerintah daerah telah menyediakan lahan seluas 1.501,55 hektare dengan masa pembangunan sekitar lima tahun.
Mangga Barani menambahkan, dalam pembangunan ini pemerintah hanya menyiapkan dana sebesar Rp 20 miliar dengan sistem bazed selama tiga tahun.
"Pada tahun 2009 disiapkan dana sebesar Rp 4,2 miliar, tahun 2010 sebesar Rp 8,2 miliar dan tahun 2011 sebesar Rp 7,6 miliar," katanya.
Sedangkan untuk biaya penelitian akan ditanggung oleh perusahaan perbenihan nasional (swasta) yang telah mendapatkan izin dari pemerintah, dan hasilnya akan dibagikan sesuai dengan perjanjian.
Menurutnya, materi yang akan ditanam dan dikembangkan di kebun koleksi nasional kelapa sawit itu adalah plasma nuftah (sumber genetik) hasil ekplorasi dari luar negeri, misalnya dari Kamerun sebanyak 3.000 pohon dengan luas lahan 20 hektare, sedangkan dari Anggola dan Brazil belum berjalan.
Selain varietas dari luar negeri, juga akan diisi varietas dari dalam negeri, misalnya sebanyak 33 varietas sawit yang sudah dilepas oleh Menteri Pertanian RI sebelumnya.
"Dengan pembangunan kebun koleksi nasional ini diharapkan akan menghasilkan benih yang berkualitas tinggi," katanya.
Selain itu, produksi diharapkan mencapai enam ton CPO per hektare, sedangkan produksi sawit sekarang baru mencapai empat hingga lima CPO per hektare.(S025/K004)

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Manfaatkan 12 Juta Ha Lahan Terlantar untuk Sawit

Thursday, 11/08/2011 11:21


[JAKARTA] Pengusaha diminta memanfaatkan lahan terdegradasi atau terlantar yang disiapkan untuk pengembangan usaha kehutanan dan nonkehutanan, seperti perkebunan sawit yang banyak menyerap tenaga kerja. Kementerian Kehutanan sudah memetakan dan menawarkan 12 juta ha lahan terlantar yang bisa segera dimanfaatkan.
"Pengusaha, terutama perkebunan sawit, harus memanfaatkan semaksimal mungkin lahan terlantar yang ditawarkan. Jika tidak dimanfaatkan akan ditarik kembali," ujar Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan pada seminar yang diadakan Kantor Berita Antara, di Jakarta, Rabu (10/8).
Dikatakan, Badan Pertanahan Nasional (BPN) sudah menghitung ada 7 juta ha lahan yang bisa digunakan untuk membuka lahan pertanian dan perkebunan. Namun, hanya sedikit pengusaha yang memanfaatkannya.
"Tak ada lagi hutan alam yang boleh dibuka, manfaatkan lahan yang terdegradasi. Ajak masyarakat manfaatkan lahan rusak itu dengan kegiatan inti-plasma misalnya. Kami memahami kesulitan yang dihadapi pengusaha untuk membuka perkebunan, antara lain karena lemahnya infrastruktur dan lokasi yang sulit, misalnya berbukit-bukit atau berlereng terjal. Tapi harus ada keseriusan," ucapnya.
Menhut menegaskan, industri sawit harus didukung karena memberi dampak ekonomi yang sangat besar dan menyerap banyak tenaga kerja. Indonesia kini memiliki lahan perkebunan sawit paling luas dan produsen minyak sawit terbesar di dunia. Namun, harus ada manajemen yang baik dan penataan yang benar agar tidak merusak lingkungan dan menjadi bahan kritikan sejumlah LSM.
Sementara itu, kalangan industri sawit mengharapkan pemerintah segera menerbitkan juklak Inpres No 10/2011agar pemanfaatan hutan terlantar untuk kebun sawit dan tanggung jawab pengelolaan lingkungan berjalan seimbang. Sekjen Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Joko Supriyono mengatakan, payung hukum diperlukan guna menghindari kesalahpahaman dan misinterpretasi di lapangan atas kegiatan usaha di kawasan hutan.
''Kami memahami sekaligus mendukung kebijakan moratorium penebangan hutan, karenanya kami meminta segera dibuat juga payung hukum inpres moratorium yang juga bisa mempermudah izin pemanfaatan hutan. Inpres ini akan efektif jika diikuti dengan terobosan kebijakan, terutama untuk pemanfaatan hutan terdegradasi," tutur Joko.
Programme Director Tropenbos Indonesia Petrus Gunarso mengatakan, industri kehutanan dan perkebunan (sawit) tetap bisa jalan meski ada penghentian sementara izin di kawasan hutan dan gambut. Petrus memaparkan, luasan hutan gambut sekitar 22 juta ha harus dimanfaatkan. Kalau tak dimanfaatkan, menurutnya, malah terancam dirambah dan merusak gambut yang berakibat melepas karbon ke atmosfer.
"Yang harus ditekankan terkait Inpres Moratorium Hutan adalah berapa besar kompensasi yang didapat Indonesia karena keberhasilan menurunkan emisi karbon lewat berbagai kegiatan, seperti rehabilitasi dan penanaman hutan tanaman industri (HTI). Sampai saat ini, kita belum tahu kompensasinya, padahal kita sudah banyak berkorban," ucapnya. (agb-2)

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

siapa yang tertarik membeli tanah/kebun sawit ? cocok untuk investasi .?

Luas 2 ha.lokasi kab.siak riau lokasi dekat/didepan sekolah smp,bersertifikat,paling cocok buat perumahan.Disekitarnya banyak rumah walet yang masih menghasilkan.harga 200 juta. contact suisva@yahoo.co.id
Ditanyakan oleh su
Jawaban terbaik mengenai pertanyaan “siapa yang tertarik membeli tanah/kebun sawit ? cocok untuk investasi .?” :

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Kini Sawit Hadirkan Devisa US$80 Miliar

BOGOR, RIMANEWS-Kelapa sawit merupakan komoditi ekspor andalan yang berperan sebagai penggerak perekonomian nasional serta menjadi pembawa devisa US$80 miliar, kata pakar kelapa sawit Institur Pertanian Bogor (IPB) Prof Dr Erliza Hambali.

Pakar Fakultas Teknologi Pertanian IPB itu di Bogor, Jawa Barat, Jumat (17/12) mengatakan, kelapa sawit merupakan komoditas ekspor andalan ternyata menjadi salah satu sumber pemasok devisa yang juga berperan sebagai penggerak perekonomian nasional.

Menurut dia, kelapa sawit memiliki peran yang sangat penting dalam menggerakan perekonomian Indonesia dan menempati posisi teratas sebagai komoditas ekspor andalan Indonesia.

Dalam beberapa tahun terakhir, kata Erliza, Indonesia menjadi negara produser kelapa sawit terbesar di dunia dengan luas lahannya mencapai 7,5 juta hektare.

Gencarnya pengembangan perkebunanan kelapa sawit baik yang dilakukan pemerintah dan swasta maupun rakyat, semakin menguatkan posisi Indonesia sebagai negara eksportir sawit terbesar di dunia.

"Pada 2009 luas kebun sawit Indonesia telah mencapai 7,5 juta hektare dengan rata-rata pertumbuhan 6,2 persen," katanya.

Menurut Erliza, kelapa sawit kini menjadi komoditas pangan andalan Indonesia yang memberi sumbangan besar devisa bagi negara. "Kelapa sawit menyumbang 80 persen dari keseluruhan komoditas pangan ekspor andalan Indonesia," ujarnya.

Penerimaan devisa negara 2010-2015 dari komoditas sawit, tambah Erliza Hambali, merujuk data yang dikeluarkan Kadin, mencapai US$80 miliar.(Ins)

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Sawit Watch (SW)

Sawit Watch (SW) adalah jaringan organisasi non-pemerintah dan individu yang prihatin dengan makin meluasnya areal perkebunan kelapa sawit di Indonesia dan makin merebaknya konflik antara masyarakat dan kerusakan serta makin melajunya kerusakan hutan yang diakibatkan oleh pembangunan perkebunan sawit skala besar di Indonesia dan persoalan lingkungan lainnya. Organisasi ini didirikan untuk menahan laju ekspansi perkebunan Sawit skala besar di Indonesia.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Ekspansi Sawit di Pasaman Barat

Ketika Sawit Watch (SW) menyoroti ekpansi besar-besaran 500.000 ha perkebunan kelapa sawit di Sumatera Barat, saya teringat kampung halaman saya di Pasaman Barat. Jangan-jangan kebun nanas ongku saya di Hutanagodang sudah jadi sawit, saya tidak bisa lagi menikmati manisnya salak Tampus, tak dapat lagi menanti durian jatuh di Tamiang. Wisata Sungai di Hulu Bonda tak ada lagi. Jangan-jangan…kuburan kakek saya juga sudah di sulap jadi sawit. Tahun depan saya harus segera pulang kampung untuk menikmati ini semua, sebelum menyesal ini tinggal kenangan.

Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa saat ini kelapa sawit menjadi tanaman primadona bagi warga Pasaman Barat. Saat ini luas areal perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Pasaman Barat hampir mencapai 200.000 hektar berupa Perkebunan Besar Nasional, Perkebunan Besar Swasta Nasional, Perkebunan Rakyat dan Petani Pekebun. Tidak pernah dikaji dari dampak lingkungan yang ditimbulkan perkebunan kelapa sawit tersebut.


Sebanyak 19 perusahaan kelapa sawit di Pasaman Barat (Pasbar) tidak memperhatikan faktor lingkungan terutama Daerah Aliran Sungai (DAS), diungkap oleh PPH Dinas Kehutanan Pasaman Pasbar.

Pemupukan kelapa sawit di Pasaman Barat menggunakan pupuk kimia yang meracuni lingkungan. Pupuk-pupuk tersebat sebagian besar diimpor dari Malaysia. Apabila luasan kebun kelapa sawit di Pasaman Barat 200.000 ha, maka pupuk yang diberikan ke dalam tanah sebanyak 100.000 ton/th, yang akan meracuni tanah dan perairan.


Kartodiharjo dan Sunaryo (1991) menyatakan bahwa “sejarah perkembangan perkebunan di negara berkembang termasuk indonesia, tidak dapat dipisahkan dari sejarah perkembangan kolonialisme, kapitalisme dan modernisasi. Di negara-negara berkembang, pada umumnya perkebunan hadir sebagai perpanjangan dari perkembangan kapitalisme agraris barat yang diperkenalkan melalui sistem perekonomian pertanian komersial yang bercorak kolonial. Sistem yang di bawa oleh pemerintah kolonial atau yang didirikan oleh korporasi kapitalis asing itu pada dasarnya adalah sistem perkebunan eropa, yang berbeda dengan sistem kebun (garden sistem) yang telah lama berlaku di negara-negara berkembang pada masa pra-kolonial.

Dua model pengembangan perkebunan tersebut jelas terdapat perbedaan yang nyata. Istilah sistem kebun (garden sistem) sama dengan sistem hutan kerakyatan, wilayah kelola rakyat, atau istilah lokal yang mencerminkan tata kelola masyarakata adat/lokal diantaranya adalah parak di Sumatera. Sistem pertanian ini menyesuaiakan dengan kondisi alam, menunjukkan berbagai keanekaragaman tanaman.

Kebun-kebun Besar Kelapa Sawit, termasuk perkebunan yang dikembangkan dengan sifat komersial dan melayani pasar atau kebun besar. Identifikasi awal terhadap model pengembangan kebun besar dimulai ketika pemerintah kolonial Belanda mengenalkan kopi di bumi priangan (Jawa barat). Hal ini terjadi sebelum masa liberal. Pada masa inilah sebenarnya sedang dilakukan semacam ‘pilot project’ bagaimana membuat sistem perkebunan besar untuk melayani pasar di Eropa.

Saat ini indonesia sebagai negara yang memiliki luas kebun kelapa sawit terluas di dunia, yakni 7,8 juta ha. Hal ini dilakukan dengan menkonversi hutan-hutan dan kebun-kebun rakyat menjadi perkebunan kelapa sawit.

Luas kebun kelapa sawit di Sumatera Barat tahun 2008 seluas 310.281 ha dan rencana ekspansi 500.000ha (Sumber : Sawit Wtch, 2009). Perkebunan kelapa sawit sebagai saalah satu penyebab utama penggundulan hutan di indonesia, yang telah menghancurkan habitat spesies langka, termasuk Orang Utan dan Harimau Sumatera. Mekanisem pembakaran, yang digunakan pada pembukaan lahan dan pengeringan gambut untuk selanjutnya ditanami sawit, menhasilkan jutaan ton karbondioksida (CO2) dan membuat indonesia menjadi peng-emisi CO2 terbesar ketiga di dunia.

Tidak hanya hutan indonesia yang terancam karena kelapa sawit. Diperkirakan sekitar 60-90 juta orang di indonesia yang menggantungkan kehidupan mereka pada hutan akan kehilangan tanah karena ekspansi perkebunan kelapa sawit. Masyarakat tersebut telah mengelola tanah mereka dari generasi ke generasi, menanam tanaman pangan dan tanaman komersial, memanen bahan obat-obatan, dan memperoleh bahan bangunan dari hutan. Perkebunan kelapa sawit telah mentransformasikan tanah tersebut menjadi perkebunan monokultur, dan temuan di lapangan menunjukkan bahwa proses transformasi tersebut sangat merugikan masyarakat.

Dampak Sosial Ekspansi Perkebunan Sawit

Kelompok yang paling mengalami eksploitasi akibat ekspansi perkebunan sawit adalah masyarakat adat yang hidup di dalam atau sekitar hutan. Menurut Sawit Watch sedikitnya 50 – 100.000 ha tanah dan kebun masyarakat adat ini digusur paksa oleh perusahaan kelapa sawit secara sepihak. Sebagian kecil korban gusuran akan mendapat ganti rugi tanam-tumbuh saja, sedangkan sebagian besar korban lainnya tidak mendapatkan kompensasi apapun. Sedikitnya 20 masyarakat adat setiap tahunnya mesti berurusan dengan aparat kepolisian dan berujung pada hukuman tindak pidana akibat melakukan perlawanan untuk mempertahankan hak kelolanya.

Selain itu, petani plasma yang selalu dijadikan slogan sebagai mitra dari perusahaan kelapa sawit juga tak luput dari eksploitasi. Beragam model penghisapan yang dilakukan oleh perusahaan seperti penyerahan kebun kepada petani tidak tepat waktu, kualitas kebun plasma yang buruk dan tidak sesuai ukuran, jumlah utang dan bungan kredit yang dibebankan terlalu tinggi dan tidak transparan. Juga penyedian bibit, pupuk, pestisida dan lat-alat kerja lainnya dimonopoli oleh perusahaan induk atau mitranya, penentuan harga TBS secara sepihak oleh perusahaan induk, kenaikan jumlah beban kredit dan bunga utang untuk kebun replanting dan pola kemitraan baru dalam bentuk pengelolaan satu manajemen hanya akan semakin memiskinkan petani.

Dampak sosial lainnya adalah perampasan hak-hak kaum buruh di perkebunan kelapa sawit. Perlindungan dari kecelakaan kerja yang sangat minim, upah yang tidak layak, rentan terhadap segala bentuk pelecehan dan dari sekitar 3 juta orang buruh di kebun kelapa sawit saat ini 65% dari jumlah itu adalah buruh tanpa kontrak kerja.

Dampak Budaya

Kedatangan perkebunan kelapa sawit telah merubah tatanan kehidupan masyarakat dan menghancurkan budaya serta nilai-nilai kearifan lokal. Di beberapa kasus, lokasi-lokasi peninggalan kebudayaan yang cukup penting, termasuk makam nenek moyang, dihancurkan dan ditanam kelapa sawit. Aspek lain adalah kebudayaan masyarakat adat juga hilang.

Tradisi dan ritual yang telah menjadi bagian dari pratek pertanian didalam hutan Juga telah hilang, seringkali disebabkan oleh hilangnya sistus keramat yang telah dihancurkan. Akibatnya, Tradisi dan bahasa juga dilupakan. Kebudayaan masyarakat adat jarang sekali didokumentasikan secara tertulis dan apabila praktek kebudayaan tersebut telah mati maka semua unsur penting kebudayaan telah musnah hilang tanpa bekas.

Manisnya sawit di Pasaman Barat melenakan masyarakat akan racunnya, apa lagi yang akan diwariskan kepada cucu kemenakan nanti ? ….

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS